
Kendari, Cermatnews.com – Kekosongan jabatan pimpinan definitif di delapan organisasi perangkat daerah (OPD) Kota Kendari memunculkan kritik tajam terhadap kinerja Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Kendari.
Forum Komunikasi Pemerhati Tata Kelola Pemerintahan (Forkom PTKP) Sulawesi Tenggara menuding adanya maladministrasi dan potensi pelanggaran hukum dalam pengelolaan tata kelola pemerintahan.
Koordinator Presidium Forkom PTKP Sultra, Muhammad Sulhijah, menyebutkan kondisi ini mengindikasikan lemahnya pengawasan dan komitmen BKD dalam memastikan stabilitas organisasi pemerintahan.
“Kekosongan ini berdampak langsung pada kualitas pelayanan publik dan kepastian hukum, yang merupakan pilar tata kelola pemerintahan yang baik,” ujarnya dalam konferensi pers di Kendari, Sabtu (18/1/2025).
Sebanyak delapan OPD strategis di Kota Kendari, seperti Satpol PP, Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA), Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip), Dinas Pemadam Kebakaran dan Keselamatan (Damkar), serta Dinas Pariwisata (Dispar).
Beberapa di antaranya bahkan pernah menjabat lebih dari enam bulan, tentunya hal tersebut telah melanggar Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1/SE/I/2021 yang membatasi masa jabatan Plt maksimal enam bulan.
“Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, keputusan administratif harus diambil oleh pejabat definitif. Pelaksana tugas tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan strategis, termasuk dalam alokasi anggaran atau perubahan status hukum kepegawaian,” jelas Sulhijah.
Kondisi ini dinilai menghambat pelaksanaan program-program pembangunan daerah yang membutuhkan pengambilan keputusan cepat dan tepat.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Forkom PTKP Sultra mencurigai adanya praktik jual beli jabatan dalam pengisian posisi Plt di Kota Kendari. Dugaan ini mencederai prinsip meritokrasi yang seharusnya menjadi dasar dalam pengangkatan pejabat publik.
Jika terbukti, tindakan tersebut tidak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tetapi juga dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 244 dan Pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sanksi yang diatur meliputi hukuman penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Forkom PTKP Sultra mendesak Penjabat (Pj) Wali Kota Kendari untuk segera mengambil langkah tegas dalam menuntaskan persoalan ini. Kepala BKD juga diminta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan administrasi pemerintahan.
“Pengisian jabatan definitif harus segera dilakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas,” tegas Sulhijah.
Ia juga menyerukan pemerintah pusat dan lembaga pengawasan, untuk turun tangan jika masalah ini tidak segera dituntaskan. Kota Kendari, menurutnya, seharusnya menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang baik bagi daerah lain di Sulawesi Tenggara, bukan malah menghadirkan citra buruk akibat dugaan pelanggaran administrasi.
Ketidakjelasan status pimpinan OPD berpotensi menimbulkan dampak luas, termasuk tertundanya berbagai program pembangunan dan terganggunya layanan publik.
Sementara itu, peraturan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 memberikan dasar hukum untuk memberikan sanksi administratif hingga pidana kepada pejabat yang terbukti melanggar aturan.