
Kendari, Cermatnews.com – “Datang tak diundang pulang meninggalkan luka” mungkin itu yang dirasakan Irsan Ardianto, saat didatangi oleh Penjabat (Pj) Bupati Buton Selatan (Busel), Ridwan Badallah.
Sebuah peristiwa memilukan terjadi pada seorang mahasiswa asal Konawe yang sedang menimba ilmu di Jakarta. Irsan Aprianto Ridham, pemuda berusia 23 tahun, yang mengaku menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Penjabat (Pj) Bupati Buton Selatan, Ridwan Badallah. Tak hanya luka fisik, peristiwa ini juga meninggalkan luka mendalam pada harga dirinya.
Merantau jauh dari kampung halamannya , Irsan tidak pernah membayangkan bahwa kos-kosannya yang sederhana akan menjadi tempat ujian mentalnya. Yang kala itu disambangi Penjabat (Pj) Bupati Buton Selatan (Busel), Ridwan Badallah bersama rombongan yang diduga preman. “Iya, benar bang, mereka datang ke kos,” kata Irsan ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp, Minggu (12/1/2025).
Bahwa pernyataan Irsan, diperkuat melalui isi laporan bernomor LP/B/139/I/2025/SPKT/POLRES METRO JAKARTA TIMUR/POLDA METRO JAYA, dijelaskan didalamnya benar telah terjadi tindak pidana penganiayaan dengan ancaman kekerasan terhadap dirinya.
Selain itu, dalam laporan tertulisnya dijelaskan awal peristiwa penganiayaan ini terjadi yaitu disaat dirinya sedang tidur dalam kosnya yang beralamat di JL. Pemuda I No.9 Rt.03/02, Kel.Rawamangun, Kec. Pulo Gadung Jakarta Timur.
Yang dimana pada saat itu, terduga pelaku datang mengetuk pintu kamarnya. Alih-alih mengajak Irsan dengan baik, justru Ridwan mengajaknya dengan cara memaksa agar mengikutinya.
Setelah Irsan mengikuti terduga pelaku, tiba-tiba dalam perjalanan terduga pelaku melayangkan pukulan menggunakan tangan kanan yang kemudian mengenai wajah Irsan sehingga menyebabkan luka sobekan di dalam mulutnya.
Selain melakukan perbuatan kekerasan fisik, terduga pelaku juga melakukan intimidasi dengan cara mengancam Irsan agar membuat video klarifikasi disalah satu warkop yang berada di daerah Rawamangun. “Bila pelapor tidak membuat video klarifikasi, maka pelapor akan dibunuh”, isi kutipan laporan resmi itu.
Lebih buruknya lagi, lanjut Irsan, video pemaksaan yang merekam klarifikasinya disebarkan melalui TikTok dan grup WhatsApp yang membuat harga dirinya hancur. “Saya dipermalukan dengan cara itu,” ujarnya.
Irsan merasa, perlakuan Ridwan bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga serangan terhadap martabatnya sebagai mahasiswa. “Kalau memang ada hal yang ingin dibicarakan, kenapa tidak ajak ngopi di warkop? Tidak perlu datang ke kos dengan membawa orang-orang yang diduga preman,” keluhnya.
Meski mendapat tekanan, Irsan tetap teguh dalam pendiriannya. Bagi Irsan, tugas mahasiswa adalah menjadi pengawal kebenaran. “Kami hanya ingin suara kami didengar, bukan dibungkam dengan cara seperti ini,” katanya.
Irsan berharap insiden ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik mahasiswa maupun pejabat publik. Sebab, kekuasaan bukan alasan untuk membungkam suara-suara kecil yang menyuarakan kebenaran.
Tindakan Ridwan Badallah menuai sorotan dari kalangan mahasiswa dan aktivis. Salah satu aktivis, yang enggan disebutkan namanya, menyebut peristiwa ini sebagai ancaman serius terhadap demokrasi. “Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Kalau mereka terus ditekan seperti ini, siapa lagi yang berani bersuara?” ujarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Ridwan Badallah belum memberikan klarifikasi. Upaya awak media untuk meminta tanggapan dari RB pun belum membuahkan hasil.
Penulis: Moken
Editor: Hajar