
Konsel, Cermatnews.com – Di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Konawe Selatan, suara anak-anak yang biasanya riuh di halaman Sekolah Dasar Negeri (SDN) 12 Laeya kini terganggu oleh hiruk-pikuk aktivitas tambang yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang kelas, alat-alat berat PT Wijaya Inti Nusantara (PT WIN) masih menancapkan tirani kedurjanaan moral hazard yang menyayat suasana kebatinan warga disana.
Bagi seorang warga Torobulu, Idam, situasi ini menghadirkan ironi yang tak terkatakan. Anak-anak desa, katanya, dihadapkan pada pilihan getir, antara tetap menuntut ilmu di sekolah atau bertaruh menghadapi ancaman tambang yang terus mendekat. “Ini seperti pesan bahwa pendidikan anak-anak kita bisa digantikan dengan sebongkah nikel,” ujarnya yang menggambarkan kegusaran yang mendalam, Kamis (23/1/2025).
Ironi ini menjadi semakin mencolok karena perjuangan warga Torobulu melawan tambang bukanlah hal baru. Masih segar dalam ingatan, bagaimana pada 27 September 2023, delapan warga yang menolak tambang harus berurusan dengan hukum. Dua di antaranya, Andi Firmansyah dan Haslilin, bahkan duduk di kursi pesakitan. Meski akhirnya dinyatakan bebas oleh pengadilan karena membela lingkungan bukanlah tindak pidana, akan tetapi bayang-bayang konflik tambang tetap menghantui desa.
Kini, dengan tambang yang kembali aktif di dekat sekolah, kekhawatiran warga semakin menjadi-jadi. Oleh karenanya, Idam menegaskan bahwa aktivitas tambang tak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga keselamatan dan masa depan anak-anak mereka. “Sekolah itu tempat belajar, bukan lokasi tambang. Kalau ini dibiarkan, apa jadinya generasi penerus bangsa?” tegasnya.
Lebih jauh, Idam menilai keberadaan tambang di dekat fasilitas pendidikan sebagai bentuk pengabaian hak anak-anak atas pendidikan yang aman. Baginya, tambang ini seperti simbol pengorbanan masa depan demi kepentingan ekonomi sesaat yang akan menyisakan luka mendalam bagi warga. “Seolah-olah nikel lebih penting daripada keselamatan dan masa depan anak-anak kita,” katanya dengan nada kesal.
Desakan agar pihak berwenang bertindak tegas terhadap PT WIN terus bergema di Torobulu. Warga menuntut transparansi terkait dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang hingga kini belum jelas statusnya.
Namun, sampai berita ini diturunkan, pihak PT Wijaya Inti Nusantara belum memberikan tanggapan resmi terkait dengan AMDAL dari aktivitas tambang mereka yang pada akhirnya berdampak mengancam lingkungan dan fasilitas pendidikan di Desa Torobulu.
Bagi warga Torobulu, harapan tetap ada, meski tipis. Mereka berharap suara mereka yang selama ini dipinggirkan harus didengar oleh para pemangku kebijakan. Sebab, bagi mereka, pendidikan anak-anak adalah harta paling berharga yang tak ternilai harganya, bahkan oleh sebongkah nikel.
Penulis: Harpan Pajar
Editor: Moken